Senin, 04 Juli 2011

Praktek mengurus jenazah

Oleh Agus Subandi, Drs. MBA


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah

Setiap orang telah ditakdirkan oleh Allah akan kematiannya. Dimana dan kapan seseorang akan mati, itu hanya diketahui oleh Allah. Sebagaimana Allah berfirman sebagai berikut :

Artinya : “ Sesungguhnya Allah, hanya pada sisi-Nya sajalah pengetahuan tentang hari Kiamat; dan Dia-lah yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. dan tiada seorangpun yang dapat mengetahui di bumi mana Dia akan mati.Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal“.QS Luqman:34 1
Kematian pasti akan terjadi pada manusia. Karena manusia adalah makhluk, sedangkan makhluk adalah fana. Oleh karena manusia adalah makhluk yang fana, maka akan rusak.
Allah SWT berfirman sebagai berikut :
             
 •  •          
Artinya : “ tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan “. (Q.S Ali Imran : 185) 2
--------------------------
1. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, Penerbit Yayasan Pengadaan dan Penerjemah Al-Qur’an, Jakarta, 2000, hlm. 658
2. Ibid, 109
1
2
Kematian pasti datang. Karena sejak zaman sebelum manusia ada, Allah telah mengqadhakan pada setiap manusia akan datangnya kematian.
Rasulullah saw. bersabda sebagai berikut :
Artinya: “ Sesungguhnya dikumpulkan manusia dalam perut ibunya selama empatpuluh hari. Kemudian Allah mengutus Malaikat untuk mengecek proses pembuahan menjadi mudghah, lalu selama empatpuluh hari dicek menjadi ‘alaqah, kemudian selama empatpuluh hari menjadi tulang belulang hingga sempurna, kemudian ditiupkan ruh lalu ditetapkan rezkinya, kapan ajalnya, bagaimana amalnya “. (H.R Bukhori dan Muslim) 3
Ketika seseorang melihat ada yang meninggal, maka kewajiban muslim untuk mengurusnya. Hukum mengurus jenazah adalah fardhu kifayah. Yaitu kewajiban yang apabila telah ada sekelompok orang yang mengerjakan dari memandikan, mengkafani, menshalatkan sampai menguburkan, maka gugurlah kewajiban yang lainnya. Namun bila tidak ada yang mengerjakan, maka semua berdosa.
Tidak semua orang mampu dan mau mengurus jenazah. Karena mesti berpengalaman dan mempunyai ilmu untuk mengurusnya. Disamping harus ikhlas menjalankannya, sebab ada hal-hal yang tidak diperkenankan untuk dibicarakan yang menyangkut keburukan si mayat. Yang diperintahkan atau diceriterakan adalah hal-hal yang baik.
Membekali para siswa dengan praktek penyelenggaraan jenazah, adalah dalam rangka mempersiapkan para siswa ketika di masyarakat terdapat kewajiban fardhu kifayah seperti mengurus jenazah dapat berperanserta dan menjadi pengalaman yang berharga, sebab materi jenazah tidak bisa hanya mengandalkan teoritis semata.
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis hendak melakukan Penelitian Tindakan Kelas dengan judul : “ UPAYA MENINGKATKAN KEMAMPUAN PRAKTEK MENGURUSI JENAZAH MELALUI METODE PRAKTEK BAGI SISWA KELAS XI IPA 1 SMA NEGERI 5 KARAWANG TAHUN 2010/2011 “.
----------------------
3. Imam al Mundziri, Mukhtashar Shahih Muslim, Pustaka Imani, Jakarta, 2003, hlm.1083

3


B. Identifikasi Masalah

Dalam penelitian ini penulis mengambil siswa kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Karawang tahun ajaran 2010/2011.
Hukum mengurus jenazah adalah fardhu kifayah. Yakni bila kewajiban mengurus jenazah dari memandikan, mengkafani, menshalatkan dan menguburkan telah ditunaikan, maka gugurlah kewajiban tersebut terhadap orang lain yang tidak ikut menyelenggarakan jenazah. Namun bila tidak ada satupun yang mengurus jenazah, semua orang akan berdosa.
Siswa berasal dari masyarakat. Tidak semua siswa mampu dan mau serta faham dalam penyelenggaraan jenazah. Ada yang turut serta dalam mengurus jenazah dan ada yang tidak ikut mengurusnya. Ketidak mauan mengurus jenazah, bukan lantaran tidak ada minat untuk mengikuti kegiatan tersebut, namun bekal dan pengetahuan serta pengalaman yang cukup yang belum dimiliki oleh para siswa. Sehingga Guru Pendidikan Agama Islam, berkewajiban didalam menyampaikan materi jenazah, tidak hanya membekalinya dengan teoritis semata, namun mesti dilakukan juga dengan praktek penyelenggaraan jenazah dari mulai praktek memandikan, praktek mengkafani, praktek menshalatkan sampai pada praktek menguburkan.
Atas dasar pernyataan tersebut di atas, maka dapat diidentifikasikan permasalahannya sebagai berikut : “ Apakah praktek penyelenggaraan jenazah dapat meningkatkan pemahaman tentang materi jenazah bagi siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Karawang ?


4
C. Pembatasan Masalah Penelitian
Agar permasalahan tidak meluas dalam penelitian ini, maka perlu dibatasi alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi jenazah dalam praktek penyelenggaraan jenazah bagi siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Karawang.
Di bawah ini ada beberapa istilah yang berkaitan dengan masalah tersebut di atas untuk dijelaskan sebagai berikut:
1. Materi jenazah adalah pemberian pelajaran tentang jenazah di dalam kelas yang membicarakan bagaimana kewajiban umat Islam dalam mengurus jenazah dari memandikan, mengkafani, menshalatkan sampai menguburkan. Sedangkan hukum mengurus jenazah itu adalah fardhu kifayah, yakni kewajiban sebagian muslim. Bila telah ada yang mengerjakannya, maka tidak berdosa bagi yang lain. Namun bila tidak ada yang mengerjakan, maka semua berdosa.
2. Media dalam praktek penyelenggaraan jenazah adalah mempergunakan dan memanfaatkan alat-alat yang ada untuk mempermudah pelaksanaan praktek penyelenggaraan jenazah bagi siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Karawang.

D. Perumusan Masalah Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dibatasi tersebut di atas, maka perumusan masalah yang diajukan adalah “ Apakah praktek penyelenggaraan jenazah dapat meningkatkan pemahaman tentang materi jenazah bagi siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Karawang”.
E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Mendapatkan data tentang pelaksanaan materi jenazah dengan praktek penyelenggaraan jenazah bagi siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Karawang.
b. Pentingnya masalah tersebut diteliti, karena akan mendapatkan pengalaman langsung setelah melaksanakan praktek penyelenggaraan jenazah, sehingga apa yang ada di masyarakat dapat diketahui dengan jelas cara-cara pengurusannya jika ada orang yang meninggal.
5
c. Mengungkapkan dan membahas materi jenazah dan minat dalam praktek penyelenggaraan jenazah bagi siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Karawang.
d. Sepengetahuan penulis masalah tersebut belum ada yang membahas.
2. Kegunaan Penelitian
a. Manfaat bagi Guru
1) Mampu membantu guru dalam mempercepat proses penyampaian materi jenazah dengan melakukan praktek penyelenggaraan jenazah.
2) Menjadi alternative bagi guru untuk meningkatkan wawasan dan keterampilan mengajar dengan mempergunakan praktek penyelenggaraan jenazah yang sesuai perkembangan zaman.
b. Manfaat bagi Siswa
1) Dengan semakin canggih pengaruh globalisasi yang masuk dalam dunia pendidikan, maka akan semakin menarik dan tertantang bagi siswa yang
mempunyai minat termasuk yang belum pernah menjadi bagian dari kegiatan praktek penyelenggaraan jenazah, untuk menambah wawasan dan pengalaman, sehingga semakin faham terhadap materi yang diajarkan oleh gurunya di kelas dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dimasyarakat.
2) Siswa dapat merasakan hasil dari kegiatan tersebut dengan lebih menyenangi materi jenazah dalam praktek penyelenggaraan jenazah, ternyata lebih mudah dan mampu mempercepat siswa menguasai dan memahami materi yang diajarkan gurunya.
c. Manfaat bagi Sekolah
1) Kendala menyediakan dana untuk membeli alat dalam praktek penyelenggaraan jenazah tidak akan dijadikan hambatan, jika pemanfaatan alat tersebut mampu membantu proses tercapainya materi pembelajaran yang dirasakan oleh para siswa dan berimbas bahwa sekolah tersebut berhasil memanfaatkan teknologi canggih termasuk dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam.
6
2) Sekolah sesuai dengan visi dan misinya mampu mengaplikasikan keberhasilan memanfaatkan teknologi canggih, yang berarti mutu pendidikan yang dikelolanya meningkat.
d. Manfaat bagi Pembaca
1) Setiap ada tambahan pengalaman berarti bertambahnya wawasan. Semakin banyak pengalaman yang didapat akan semakin memperkaya khasanah ilmu
yang dimiliki, sehingga bagi yang berminat dan turut mengikuti perkembangan akan tertarik untuk melakukan hal yang sama.
2) Khusus yang tertarik dengan dunia penelitian, maka tidak ada salahnya jika cara-cara tersebut diteliti lebih mendalam dan akan terus menjadi kajian yang actual dan tertantang.
e. Manfaat bagi Pemerintah
1) Semakin banyak ditemukan metode-metode yang mempermudah proses pembelajaran, maka akan semakin banyak temuan-temuan baru yang bisa bekembang menjadi sebuah teori.
2) Teori dapat bertahan jika hasil teori diekspose kedalam mass media atau sebuah jurnal pendidikan, kemudian dimasukkan ke dalam kurikulum yang dapat dipergunakan dikalangan pendidikan.
3) Bagi program penyedia guru Pendidikan Agama Islam, akan menjadi pertimbangan dan masukan untuk diujicobakan, hingga manfaatnya dapat dirasakan dan diaplikasikan saat menjadi guru.
F. Hipotesa
Ada hubungan pengaruh praktek penyelenggaraan jenazah terhadap peningkatan pemahaman siswa tentang materi jenazah bagi siswa Kelas XI IPA 1 SMA Negeri 5 Karawang.


BAB II
KOMPONEN PENDIDIKAN ISLAM DAN MATERI JENAZAH
A. Komponen Pendidikan Islam
1. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan adalah niat awal bergerak yang hendak dikerjakan dalam mencapai keinginan yang dikehendaki, baik dilakukan secara bersama-sama maupun perseorangan. Sulit dapat dipastikan hasilnya jika suatu kegiatan tanpa tujuan. Arahnya akan bias dan pekerjaannya tidak akan sempurna, serta landasan tempat berpijak didalam melakukan kegiatan lemah, sehingga bila ada yang lebih kuat dapat terpengaruh bahkan tidak akan pernah menemukan bentuk aslinya. Artinya mudah digoyang dan dibentuk lingkungan yang mengisinya.
Tujuan artinya sesuatu yang dituju, yaitu yang akan dicapai dengan suatu kegiatan atau usaha. Sesuatu kegiatan akan berakhir, bila tujuannya sudah dicapai. Kalau tujuan itu bukan tujuan akhir, kegiatan berikutnya akan langsung dimulai untuk mencapai tujuan selanjutnya dan terus begitu sampai kepada tujuan akhir. (Zakiah Daradjat, 2008, hlm. 72)
Perlu diuraikan istilah “tujuan” atau “sasaran”, atau “maksud” yang dalam bahasa Arab dinyatakan dengan kata-kata ghayat, atau ahdaaf, atau maqasid. Dalam bahasa Inggris “tujuan” dengan goal, purpose, objectives, atau aim. Secara terminologis, aim adalah the action of making one’s way toward a point. Yaitu tindakan membuat suatu jalan ke arah sebuah titik. (M. Arifin, 2009, hlm. 53)
Berbicara tentang tujuan pendidikan, tak dapat tidak mengajak kita bicara tentang tujuan hidup, yaitu tujuan hidup manusia. Sebab pendidikan hanyalah suatu alat yang digunakan oleh manusia untuk memelihara kelanjutan hidupnya (survival), baik sebagai individu maupun sebagai masyarakat. (Hasan Langgulung, 2003, hlm. 197)
Dalam Bab II Pasal 2 Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa “ Pendidikan Nasional berdsarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 3 menyebutkan “ Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
8
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab “. (UU Sisdiknas, 2006, hlm. 62)
Muhammad Quthb menyebutkan bahwa “ alat dan tujuan bertalian erat dalam metode pendidikan, tidak dapat dipisah-pisahkan. Tujuan tidak bisa ditegaskan tanpa alat yang bisa mendukung, dan alat tidak bisa ditentukan bila terpisah dari tujuan “. (Muhammad Quthb, 1984, hlm. 18)
Nurwadjah Ahmad E.Q. dalam Tafsir Ayat-ayat Pendidikan menyebutkan bahwa “ Pendidikan Islam sebagai proses sadar bertugas menjadwal perkembangan hidup manusia dalam fase-fase dan kedudukannya agar bisa sampai pada tujuannya di dunia ini menjadi hamba Allah “. (Nurwadjah Ahmad EQ, 2010, hlm. 12)
Abdul Fattah Jalal dalam Azas-azas Pendidikan Islam mengatakan bahwa “ Tujuan umum pendidikan dan pengajaran dalam Islam ialah menjadikan manusia- seluruh manusia sebagai abdi atau hamba Allah SWT. “. (Abdullah Fattah Jalal, 1988, hlm. 119)
Ahmad Tafsir dalam Filsafat Pendidikan Islami mengatakan bahwa “ Tujuan pendidikan pada dasarnya ditentukan oleh pandangan hidup (way of life) orang yang mendesain pendidikan itu “. (Ahmad Tafsir, 2010, hlm. 75)
Jika kita berbicara tentang tujuan pendidikan Islam, berarti berbicara tentang nilai-nilai ideal yang bercorak Islami. Hal ini mngandung makna bahwa tujuan pendidikan Islam tidak lain adalah tujuan yang merealisasi idealitas Islami. Sedang idealitas Islami itu sendiri pada hakikatnya adalah mengandung nilai perilaku manusia yang didasari atau dijiwai oleh iman dan takwa kepada Allah sebagai sumber kekuasaan mutlak yang harus ditaati. (Muzayyin Arifin, 2009, hlm. 108)
Abdurrahman Saleh Abdullah dalam Teori-teori Pendidikan Berdasarkan Al-Qur’an menyebutkan bahwa “ Dalam pendidikan Islam, tujuan umumnya adalah membentuk kepribadian sebagai khalifah Allah atau sekurang-kurangnya mempersipkan ke jalan yang mengacu kepada tujuan akhir manusia. Tujuan utama khalifah Allah

9
adalah beriman kepada Allah dan tunduk patuh secara total kepada-Nya “. (Abdurrahman Saleh Abdullah, 2007, hlm. 133)
Allah SWT berfirman sebagai berikut :

Artinya : “ dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku “. (Q.S Adz-Dzariyah (51) : 56)
Ahmad D. Marimba dalam Pengantar Filsafat Pendidikan Islam berpendapat bahwa “ tujuan utama Pendidikan Islam adalah identik dengan tujuan hidup setiap
Muslim, yaitu untuk menjadi hamba Allah, yaitu hamba yang percaya dan menyerahkan diri kepada-Nya dengan memeluk agama Islam “. (Ahmad D. Marimba, 1989, hlm. 48)

2. Materi Pendidikan Islam
Abdurrahman Saleh Abdullah mengatakan bahwa “ Materi Pendidikan meliputi : Keserasian yang harmonis antara materi dan tujuan; rumusan pokok klasifikasi ilmu pengetahuan dalam Islam; Islam menolak dualisme sistem kurikulum dan sekularisme … “. (Abdurrahman Saleh Abdullah, 2007, hlm. 159-163)
Abdul Fattah Jalal dalam Azas-azas Pendidikan Islam mengatakan bahwa “ Agar manusia dapat mencapai ilmu dan mengenal hakikatnya, Islam telah meletakkan sekumpulan kaidah, cara dan undang-undang untuk diikuti dengan menggunakan berbagai alat dan potensi yang diciptakan Allah SWT. Baginya. Diantaranya ialah : Hindarkan bertaqlid tanpa meneliti dan memikirkan persoalannya terlebih dahulu; hindari purbasangka; membrsihkan akal dari segala hokum yang tidak berdasarkan keyakinan; bertahap dari yang kongkrit kepada yang abstrak dan dari parsial kepada global; menyaring dan menguji pendapat sebelum mengambilnya “. (Abdul Fattah Jalal, 1988, hlm. 168-175)
Sidi Gazalba dalam Asas Agama Islam mengatakan bahwa “ Pola ajaran dan amal Islam menuntun pertumbuhan dan perkembangan manusia. Gerak yang berlangsung

10
ialah : mula-mula ia dibentuk menjadi Mu’min; sesudah itu Muslim; selanjutnya menjadikannya Muhsin “. (Sidi Gazalba, 1975, hlm. 186)
Rasulullah saw. bersabda :
Artinya “ … Wahai Rasulullah ! Apakah ihsan itu ? Beliau menjawab. Hendaklah kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, meskipun kamu tidak melihat-Nya, sesungguhnya Dia melihatmu “. H.R. Shahih Muslim. (Imam al Mundziri, 2003, hlm. 3)
Abuddin Nata dalam Akhlak Tasawuf mengatakan bahwa “ Ciri-ciri insan kamil adalah sebagai berikut : Berfungi akalnya secara optimal; Berfungsi intuisinya; Mampu menciptakan budaya; Menghiasi diri dengan sifat-sifat Ketuhanan; Berakhlak mulia; dan berjiwa seimbang “. ( Abuddin Nata, 2009, hlm. 264-266)
Setiap pemeluk agama Islam mengetahui dengan pasti bahwa Islam tidak absah tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan adalah mustahil tanpa iman, dan iman mustahil tanpa Islam. (Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarak, 2010, hlm. 150)
Sebuah teori dapat bertahan bila belum ada teori lain yang membatalkan teori tersebut. Teori-teri itu akan tetap dikaji melalui penelitian. Kemudian hasil penelitian diekspose melalui mass media dan dimasukkan ke dalam kurikulum.
Zakiah Daradjat dalam Metodologi Pengajaran Agama Islam menyebutkan bahwa “ Kurikulum dalam pengertian mutakhir adalah semua kegiatan yang memberikan pengalaman kepada siswa (anak didik) di bawah bimbingan dan tanggung jawab sekolah, baik di luar maupun didalam lingkungan dinding sekolah “. (Zakiah Daradjat, 2008, hlm. 83)
Esensi kurikulum ialah program. Bahkan kurikulum ialah program. Kata ini memang terkenal dalam ilmu pendidikan. Program apa ? Kurikulum ialah program dalam mencapai tujuan pendidikan. (Ahmad Tafsir, 2010, hlm. 99)
Menurut Hasan Langgulung kurikulum adalah “ sejumlah pengalaman pendidikan, kebudayaan, social, olahraga dan kesenian yang disediakan oleh sekolah bagi murid-murid di dalam dan di luar sekolah dengan maksud menolongnya untuk berkembang

11
menyeluruh dalam segala segi dan merubah tingkah laku mereka sesuai dengan tujuan-tujuan pendidikan “. (Hasan Langgulung, 2003, hlm. 295)
3. Metodologi Pendidikan Islam
Metodologi pendidikan adalah suatu ilmu pengetahuan tentang metode yang dipergunakan dalam pekerjaan mendidik. Asal kata “metode” mengandung pngertian “ suatu jalan yang dilalui untuk mencapai suatu tujuan”. Metode berasal dari dua perkataan yaitu meta dan hodos. Meta berarti “melalui”, dan hodos berarti “jalan atau cara”, bila ditambah dengan logi sehingga menjadi metodologi berarti “ Ilmu pengetahuan tentang jalan atau cara yang harus dilalui” untuk mencapai suatu tujuan, oleh karena logi yang berasal dari bahasa Greek (Yunani) logos berarti “akal” atau “ilmu”. (M. Arifin, 2009, hlm. 65)
Peranan metoda pendidikan berasal dari kenyataan yang menunjukkan bahwa materi kurikulum Pendidikan Islam tidak mungkin akan tepat diajarkan, melainkan diberikan dengan cara khusus. Ketidaktepatan dalam menerapkan metoda ini kiranya akan menghambat proses belajar-mengajar yang akan berakibat membuang waktu dan tenaga yang tidak perlu. (Abdurrahman Saleh Abdullah, 2007, hlm. 197)
Dalam pengertian umum, metode diartikan sebagai cara mengerjakan sesuatu. Cara itu mungkin baik mungkin tidak baik. Baik dan tidak baiknya sesuatu metode banyak bergantung kepada beberapa factor.. Faktor-faktor itu mungkin berupa situasi dan kondisi, pemakai metode itu sendiri yang kurang memahami penggunaannya atau tidak sesuai dengan seleranya, atau secara objektif metode itu kurang cocok dengan kondisi dari objek. (Muzayyin Arifin, 2009, hlm. 89)
Metodologi adalah metodologi pengajaran, yaitu cara-cara yang dapat digunakan guru untuk menyampaikan pelajaran kepada murid. Cara-cara penyampaian dimaksud berlangsung dalam interaksi edukatif dan penggunaan berbagai cara itu merupakan upaya untuk mempertinggi mutu pendidikan / pengajaran yang bersngkutan. (Zakiah Daradjat, 2008, hlm. 111)
Kalau kita bicara tentang metodologi pengajaran di sini, pembicaraan kita bukan hanya terbatas pada hal-hal pengajaran saja, tetapi menyangkut soal yang lebih luas
12
seperti pengurusan (managerial) yang meliputi administrasi dan kepegawaian, pendidikan guru (teacher education), buku-buku teks (text book development),
teknologi pendidikan (education technology) yang meliputi beberapa aspek seperti audio-visual material, teaching aids, dll. (Hasan Langgulung, 2007, hlm. 306)
Ahmad Tafsir dalam Filsafat Pendidikan Islam mengatakan bahwa didalam “ metode internalisasi ada tiga tujuan pembelajaran. Ini berlaku untuk tujuan pembelajaran apa saja, yaitu : Tahu, mengetahui (knowing); Mampu melaksanakan atau mengerjakan yang ia ketahui itu (doing); Murid menjadi orang seperti yang ia ketahui itu. (Ahmad Tafsir, 2010, hlm. 224-225)
4. Evaluasi Pendidikan Islam
Evaluasi atau penilaian merupakan salah satu komponn system pengajaran. Pengembangan alat evaluasi merupakan bagian integral dalam pengembangan system instruksional. Oleh sebab itu fungsi evaluasi adalah untuk mengetahui apakah tujuan yang dirumuskan dapat tercapai…”. (Muhammad Ali, 2004, hlm. 113)
Muhibbin Syah dalam Psikologi belajar mengatakan bahwa “ Evaluasi artinya penilaian terhadap tingkat keberhasilan siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan dalam sebuah program “. (Muhibbin Syah, 2003, hlm. 197)
Evaluasi dalam Pendidikan Islam merupakan cara atau teknik penilaian terhadap tingkah laku anak didik berdasarkan standar kehidupan yang bersifat komphrehensif dari seluruh aspek-aspek kehidupan mental-psikologis dan spiritual-religius, karena manusia bukan saja sosok pribadi yang tidak hanya bersikap religious, melainkan juga berilmu dan berketerampilan yang sanggup beramal dan berbakti kepada Tuhan dan masyarakatnya”. (M. Arifin, 2009, hlm. 162)
Zakiah Daradjat dalam Metodologi Pengajaran Agama Islam mngatakan bahwa “ Penilaian media pendidikan bertujuan, antara lain :
a. Memilih media pendidikan yang akan dipergunakan guru di dalam kelas.
b. Untuk melihat prosedur atau mekanisasi penggunaan sesuatu alat bantu pengajaran.
c. Untuk memeriksa atau menguji apakah tujuan penggunaan alat-alat tersebut telah tercapai atau belum.

13
d. Menilai sejauhmana kemampuan guru dalam mendayagunakan media atau alat bantu pengajaran.
e. Memberikan data atau informasi tentang daya guna sesuatu alat bagi kepentingan pengajaran selanjutnya.
f. Untuk meningkatkan daya pakai dari sesuatu alat sehingga dapat digunakan secara tepat guna dan fungsional.
g. Untuk memperbaiki alat itu sendiri sehingga dapat mencapai efisiensi dan effektifitas yang memadai untuk meningkatkan keberhasilan belajar mengajar. (Zakiah Daradjat, 2008, hlm. 234-235)
Sasaran evaluasi pendidikan Islam secara garis besar meliputi empat kemampuan
dasar anak didik, yaitu :
a. Sikap dan pengamalan pribadinya, hubungannya dengan Tuhan.
b. Sikap dan pengamalan dirinya, hubungnnya dengan masyaakat.
c. Sikap dan pengalaman kehidupannya, hubungannya dengan alam sekitar.
d. Sikap dan pandangannya terhadap dirinya sendiri selaku hamba Allah dan selaku anggota masyarakatnya, serta selaku khalifah di muka bumi. (M. Arifin, 2009, hlm. 162)
Muhibbin Syah dalam Psikologi Belajar mengatakan bahwa “ Tujuan Evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Untuk mengetahui tingkat kemajuan yang telah dicapai oleh siswa dalam suatu kurun waktu proses belajar tertentu..
b. Untuk mengetahui posisi atau kedudukan seorang siswa dalam kelompok kelasnya.
c. Untuk mengetahui tingkat usaha yang dilakukan siswa dalam belajar.
d. Untuk mengetahui hingga sejauhmana siswa telah mendayagunakan kapasitas kognitifnya (kemampuan kecerdasan yang dimilikinya) untuk keperluan belajar.
e. Untuk mengetahui tingkat daya guna dan hasil guna metode mengajar yang telah digunakan guru dalam proses belajar-mengajar. (Muhibbin Syah, 2003, hlm. 198-199)


14

Adapun fungsi evaluasi adalah sebagai berikut :
a. Fungsi adminstratif untuk penyusunan daftar nilai dan pengisian buku rapor.
b. Fungsi promosi untuk menetapkan kenaikan atau kelulusan.
c. Fungsi diagnostik untuk mengidetifikasi kesulitan belajar siswa dan merencanakan program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
d. Sebagai sumber data BP yang dapat memasok data siswa tertentu yang memerlukan bimbingan dan penyuluhan (BP).
e. Sebagai bahan pertimbangan pengembangan pada masa yang akan dating yang meliputi pengembangan kurikulum, metode dan alat-alat untuk proses PBM. (Muhibbin Syah, 2003, hlm. 200)
B. Materi Jenazah
1. Pengertian
Bila ada orang yang meninggal dunia, maka terjadi pisahnya jasad dengan ruh. baik secara syar’i maupun medis menyatakan bahwa yang bersangkutan dinyatakan mati. Keterangan yang kuat akan pernyataan tentang orang yang meninggal tersebut sebagai awal bahwa seseorang telah dinyatakan meninggal. Selanjutnya untuk mengurus orang yang meninggal tentang kewajiban yang mesti ditunaikan atas mayit, maka orang-orang muslimlah yang mengerjakannya. Mengerjakan urusan yang berkaitan dengan jasad orang yang meninggal dinamakan jenazah. Sedangkan urusan yang berhubungan dengan hukum mengurus jenazah hanya dibebankan kepada sekelompok orang saja dinamakan fardhu kifayah. Yakni bila telah ada orang-orang muslim yang mengurusnya dari memandikan, mengkafani, menshalatkan sampai menguburkan, maka gugurlah yang tidak ikut menyelenggarakan jenazah. Namun bila tidak ada yang mengerjakannya, maka semua berdosa.(Abdurrahman al Juzairi, 1996, hlm. 241)
Allah SWT berfirman sebagai berikut :


15
Artinya : “ tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. dan Sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, Maka sungguh ia telah beruntung. kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan”. (Q.S. Ali Imran : 185, hlm. 109)
Allah al Mumiit, adalah Dia yang mentakdirkan kematian bagi yang ditetapkan bagi mereka kematian, Dia juga yang mematikan dengan menahan nyawa sehingga tidak dikembalikan ke jasad. (M. Quraish Shihab, 1998, hlm. 280)
Allah SWT. Berfirman sebagai berikut :

Artinya : “ Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka Dia tahanlah jiwa (orang) yang telah Dia tetapkan kematiannya dan Dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan[1]. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir “. (Q.S Az-Zumar 39 : 42, hlm. 752)
[1] Maksudnya: orang-orang yang mati itu rohnya ditahan Allah sehingga tidak dapat kembali kepada tubuhnya; dan orang-orang yang tidak mati hanya tidur saja, rohnya dilepaskan sehingga dapat kembali kepadanya lagi.
Semua ulama sepakat mengenai disunahkannya memperbanyak kematian, dan disukai bagi orang yang berharta atau memiliki sesuatu yang perlu diwasiyatkan, supaya mewasiyatkannya ketika masih sehat. Terlebih lagi ketika sakit. Mereka pun sepakat

16
bahwa apabila kematian seseorang telah diyakini, hendaknya diarahkan mukanya kea rah kiblat. (Syaikh al’Allamah M, 2004, hlm. 114)
Kematian oleh sementara ulama didefinisikan sebagai “ ketiadaan hidup “, atau “ antonim dari hidup ”. Kematian pertama dialami oleh manusia sebelum kelahirannya, atau saat sebelum Allah menghembuskan ruh kehidupan kepadanya; sedang kematian kedua, saat ia meninggalkan dunia yang fana ini. (M. Quraish Shihab, 1996, hlm. 68)
2. Cara Mengurus Jenazah
a. Memandikan
Empat imam madzhab sepakat bahwa memandikan jenazah hukumnya adalah fardhu kifayah. (Syaikh al’Allamah M., 2004, hlm. 114) Yakni bila ada sebagian dari mereka melakukannya, maka gugurlah (kewajiban) tersebut dari yang lain. Yang diwajibkan adalah memandikannya satu kali yang merata keseluruhan badan. Sedangkan memandikan secara berulang-ulang dengan ganjil hukumnya adalah sunnat secara sepakat, kecuali menurut pendapat Malikiyah. Mereka berpendapat bahwa memandikan mayit berulang-ulang dengan ganjil hukumnya adalah mandub, bukan sunnat. (Abdurrahman Al-Juzairi, 1996, hlm. 241)
Manakah yang lebih utama, memandikan dengan telanjang atau dengan memakai gamis ? Imam Hanafi dan Imam Maliki berpendapat : Dalam keadaan telanjang lebih utama asalkan tertutup auratnya. Sedangkan pendapat Imam Syafe’i dan Imam Hambali yang lebih utama adalah dalam keadaan memakai gamis. Lebih utama lagi, menurut pendapat Imam Syafe’i, memandikan langsung di bawah langit (tanpa atap). Tetapi, ada yang berpendapat bahwa yang lebih utama adalah dimandikan di bawah atap. Memandikan dengan air dingin adalah lebih utama (daripada dengan air hangat), kecuali pada musim yang sangat dingin jika pada tubuhnya terdapat banyak kotoran. Sedangkan Imam Hanafi berpendapat : Lebih diutamakan memandikan jenazah dengan air hangat. (Syaikh al’Allamah M., 2004, hlm. 114-115)
Yang berhak memandikan mayat kalau mayat itu laki-laki, yang memandikannya hendaklah laki-laki pula. Perempuan tidak boleh memandikan mayat laki-laki, kecuali isteri dan muhrimnya. Sebaliknya jika mayat itu perempuan, hendaklah dimandikan
17
oleh perempuan pula, tidak boleh laki-laki memandikan perempuan kecuali suami atau mahramnya. Jika suami dan mahramnya sama-sama ada, suami lebih berhak untuk memandikan isterinya. Begitu juga jika istri dan mahram sama-sama ada, maka istri lebih berhak untuk memandikan suaminya. (Sulaiman Rasjid, 2000, hlm. 166)
Untuk wajibnya memandikan mayat terdapat beberapa syarat, yaitu :
1). Mayat tersebut seorang muslim. Maka tidaklah wajib memandikan mayit kafir. Bahkan diharuskan berdasarkan kesepakatan tiga imam madzhab. Syafi’iyah
berpendapat bahwa memandikan mayat kafir itu adalah tidak haram, karena hal itu dilakukan untuk kebersihan, bukan untuk ibadah.
2). Mayat tersebut bukan anak yang gugur (lahir dalam keadaan mati). Memandikan anak yang gugur itu tidaklah wajib.
3). Badan mayat itu masih ada sebatas ukuran adanya, sekalipun sedikit, sesuai dengan kesepakatan pendapat (antara) Syafi’iyah dan Hanabilah. Hanafiyah dan Malikiyah menyangkal pendapat tersebut.
4). Mayat tersebut bukan seorang yang mati syahid yang terbunuh ketika menegakkan kalimat Allah (perang). (Abdurrahman Al-Juzairi, 1996, hlm. 241-243)
Diriwayatkan dari Ummu Athiyah r.a. ia berkata : Ketika Zainab, putrid Rasulullah saw. meninggal, beliau berkata kepada kami, “ Mandikanlah dia dengan siraman yang ganjil/gasal, tiga kali atau lima kali, dan campurilah siraman/basuhan yang kelima dengan kapur barus. Kalau kalian sudah selesai memandikannya, beritahulah aku, “ Kata Ummu Athiyah : Lalu kami memberitahu beliau, kemudian beliau memberikan kainnya kepada kami, seraya mengatakan, “ Pakaikanlah kain ini untuk kafannya lapis pertama “. H.R. Bukhori dan Muslim 1253. (Imam al Mundziri, 2003, hlm. 266)
Dalam memandikan mayit disunatkan (mandub) hal-hal berikut :
1). Memandikannya berulang-ulang hingga tiga kali, yang setiap kalinya dapat merata ke seluruh badan mayit. Sedangkan yang pertama kalinya adalah fardhu. Yang berikutnya sunnat.

18
2). Hendaklah pada akhir mandi yang terakhir dicampur dengan kamper atau lainnya dari benda-benda yang berbau wangi, hanya saja menggunakan kamper itu lebih utama. Sedangkan untuk selain air mandi yang terakhir, maka disunatkan dengan menggunakan air yang bercampur dengan daun bidara dan lain sebagainya yang dapat membersihkan, seperti sabun.
3). Mayit itu dimandikan dengan menggunakan air dingin (air biasa) kecuali karena diperlukan, seperti (cuacanya) sangat dingin, atau untuk menghilangkan kotoran. Hukum ini disepakati oleh Syafi’iyah dan Hanabilah. Sedangkan Malikiyah
berpendapat bahwa antara air dingin dan air hangat tidak ada bedanya. Hanafiyah berpendapat bahwa dalam hal apapun air hangat itu lebih utama.
4). Setelah dimandikan dengan sempurna, hendaklah kepala dan janggutnya itu diberi wewangian, dengan syarat wewangian tersebut tidak terbuat dari kunyit dan tidak diletakkan pada anggota badan tempat ia bersujud di atasnya, yaitu dahi, hidung, kedua tangan, kedua lutut dan kedua kaki. Demikian juga wewangian itu diletakkan di aitas kedua matanya, kedua telinganya dan di bawah ketiaknya. Yang afdhal, hendaklah wewangian itu berupa kamper.
5). Membakar kemenyan (dupa) di sisi mayit, menurut Syafi’iyah disunatkan dari waktu rohnya dicabut hingga disembahyangkan. Malikiyah berpendapat bahwa membakar kemenyan (dupa) tidaklah disunatkan. Hanafiyah berpendapat bahwa membakar kemenyan (dupa) sunat dalam tiga hal yaitu ketika roh mayat dicabut; ketika mayat dimandikan dan ketika mayat itu dikafani. Hanabilah berpendapat bahwa membakar kemenyan (dupa) itu dilakukan di tempat mayat itu dimandikan hingga selesai dimandikan.
6). Hendaklah pakaian mayit itu dilepas ketika dimandikan selain penutup auratnya, berdasarkan kesepakatan pendapat tiga imam madzhab. Syafi’iyah menyangkal dan berpendapat, disunatkan memandikan mayat dengan baju (pakaian) tipis yang tidak sampai menghalangi sampainya air (ke badannya). Bila yang memandikan itu dapat memasukkan tangannya ke dalam lengan bajunya yang lebar, maka lakukanlah, jika tidak memungkinkan, maka hendaklah baju mayat itu disobek dari dua sisinya.

19
7). Sebelum mayit dimandikan disunatkan untuk diwudhu’kan, sebagaimana juga sunnat bagi orang yang hidup untuk berwudhu’ ketika hendak mandi karena junub, kecuali mengkumurkan dan memasukkan air ke dalam hidung mayit, agar air tersebut tidak masuk ke dalam perutnya. Malikiyah dan Syafi’iyah berpendapat, mayat itu hendaklah diwudhu’kan berikut kumur dan memasukkan air ke dalam mayit artinyahidungnya. Sedangkan membersihkan gigi dan kedua lubang hidung dengan secarik kain hukumnya mustahab dan tetap perlu dikumurkan dan dimasukkan air ke dalam hidungnya. (Abdurrahman Al-Juzairi, 1996, hlm. 248-251)
Cara memandikan Jenazah
1. Letakkan mayat di tempat mandi yang disediakan.
2. Tutup seluruh anggota mayat kecuali muka.
3. Semua Bilal hendaklah memakai sarong tangan sebelah kiri.
4. Sediakan air sabun.
5. Sediakan air kapur barus.
6. Istinjakkan mayat terlebih dahulu.
7. Angkat sedikit bahagian kepalanya sehingga paras dadanya.
8. Mengeluarkan kotoran dalam perutnya dengan menekan atau mimicit-micit perutnya secara perlahan-lahan dan hati serta kotoran dalam mulutnya dengan menggunakan kain alas atar tidak tersentuh auratnya.
9. Siram dan basuh dengan air sabun sahaja dahulu.
10. Kemudian gosokkan giginya, lubang hidung, lubang telinga, celah ketiaknya, celah jari tangan dan kakinya dan rambutnya.
11. Selepas itu siram atau basuh seluruh anggota mayat dengan air sabun juga.
12. Kemudian bilas dengan air yang bersih seluruh anggota mayat sambil berniat :


20

Lafaz niat memandikan jenazah lelaki :

"Sahaja aku memandikan jenazah (lelaki) kerana Allah Taala"
Lafaz niat memandikan jenazah perempuan :

"Sahaja aku memandikan jenazah (perempuan) kerana Allah Ta’ala"
13. Telentangkan mayat, siram atau basuh dari kepala hingga hujung kaki 3 kali dengan air bersih.
14. Siram sebelah kanan 3 kali.
15. Siram sebelah kiri 3 kali.
16. Kemudian mengiringkan mayat ke kiri basuh bahagian lambung kanan sebelah belakang.
17. Mengiringkan mayat ke kanan basuh bahagian lambung sebelah kirinya pula.
18. Telentangkan semula mayat, ulangi menyiram seperti bil. 13 hingga 17.
19. Lepas itu siram dengan air kapur barus.
20. Lepas itu wudukkan mayat.

Lafaz niat mewudukkan jenazah lelaki :

"Sahaja aku berniat mewudukkan jenazah (lelaki) ini kerana Allah s.w.t"


21

"Sahaja aku berniat mewudukkan jenazah (perempuan) ini kerana Allah s.w.t"
Cara mewudukkan jenazah ini iaitu dengan mencucurkan air ke atas jenazah itu bermula dari muka dan akhir sekali pada kakinya, sebagaimana melaksanakan wuduk biasanya. Jenazah lelaki hendaklah dimandikan oleh lelaki dan mayat wanita hendaklah dimandikan oleh perempuan.
21. Siram dengan air sembilan.
22. Setelah selesai dimandikan dan diwudukkannya dengan baik dan sempurna hendaklah dilapkan menggunakan tuala pada seluruh badan mayat.
23. Cawatkan bahagian kemaluan mayat dengan cawat yang disediakan.
24. Lepas itu usung dengan menutup seluruh anggotanya.
25. Segala apa-apa yang tercabut dari anggota mayat, hendaklah dimasukkan ke dalam kapan berama (Contoh : rambut, kuku dll).
26. Dengan ini selesailah kerja memandikan mayat dengan sempurnanya.
b. Mengkafani
Mengkafani artinya membungkus / membalut mayit dengan cara-cara yang disyariatkan dan menjauhi hal-hal yang dilarang. (Wawan Shofwan Shalehuddin, 2009, hlm. 83)
Menurut kesepakatan empat imam madzhab, mengafani mayat hukumnya wajib, serta harus didahulukan keperluan ini daripada membayar utang dan membagi harta warisan. Sekurang-kurangnya kafan itu sehelai kain yang dapat menutupi seluruh tubuh mayat.
Disunnahkan kain kafan berwarna putih. Mayat laki-laki dimustahabkan tiga rangkap, sedangkan mayat perempuan lima rangkap, yaitu: baju kurung, kain sarung, selimut, kerudung dan lapis kelima dipergunakan untuk mengikat dua pahanya. (Syaikh al’Allamah M, 2004, hlm. 117)
Menurut Abdurrahman Al-Juhairi dalam Fiqh Empat Madzhab (alih bahasa Chatibul Umam dan Abu Hurairah) mengatakan bahwa “ Mengkafani mayit adalah fardhu kifayah bagi semua orang Islam. Bila ada sebagian dari mereka yang melaksanakannya berarti gugurlah kewajiban itu dari yang lain. Batas minimal mengkafani mayit adalah yang dapat menutup seluruh badannya, baik mayat itu laki-laki ataupun wanita. Kafan
22
yang tidak mencapai batas minimal tidaklah (memenuhi syarat) untuk menggugurkan fardhu kifayah itu dari orang-orang Islam. Pengkafanan mayat itu harus diambilkan dari hartanya yang murni (menjadi milik penuh) yang tidak berhubungan dengan hak orang lain, seperti harta gadai. Bila ia tidak mempunyai harta milik penuh maka (biaya) kafannya ditanggung oleh orang yang wajib menafkahinya ketika ia masih hidup. (Abdurrahman Al-Juzairi, 1996, hlm. 259)
Adab atau akhlak dalam mengafani jenazah sesungguhnya tidak berbeda dengan ketika memandikannya. Yaitu selain memperhatikannya kebersihan, kerapihan, kesederhanaan, ukuran panjang dan lebarnya kain berlaku pula peraturan lainnya. Yaitu dalam hal berlaku halus, santun, tidak kasar dan tidak menyakiti. Baik dalam perbuatan ataupun dalam perkataan, harus amanah, serta berilmu tentang mengkafani. (Wawan Shofwan S., 2009, hlm. 84)

Diriwayatkan dari Aisyah r.a., ia berkata : Rasulullah saw. dikafani dengan kain putih dari katun, tanpa jubah dan surban. Orang-orang ragu-ragu dalam memilih pakaian yang dibeli untuk mengkafani Rasulullah saw., lalu pakaian tersebut ditinggalkan (tidak dipakai). Kemudian beliau dikafani dengan tiga lapis kain katun putih. Abdullah bin Abu Bakar mengambil pakaian (yang tidak terpakai) tersebut untuk disimpannya. Kata dia, “Sungguh akan kusimpan pakaian ini untuk kafanku sendiri,” lalu dia berkata,” Kalau Allah meridhainya untuk kafan Nabi-nya tentu sudah terlaksana untuk kafan beliau,”. Tapi kemudian Abdullah bin Abu Bakar menjual pakaian itu lalu uangnya disedekahkan. (Hadis ini juga diriwayatkan oleh al Bukhari, nomor hadis 1264). (Imam al Mundziri, 2003, hlm. 266)




23
Cara-cara mengkafankan jenazah
Pertama : Hendaklah disediakan tiga lembar kain kafan dibentangkan dengan disusun, kain yang paling lebar diletakkan di bawah atau dengan cara kain tiga lembar dibentangkan dan letaknya agak serong yang atas melebar dan yang bawah mengecil, setiap lembar disapu dengan wangi-wangian atau minyak wangi yang tidak mengandungi alkohol.

Kedua : Hendaklah disediakan tali pengikat sebanyak tiga atau lima utas yang diletakkan di bawah kain kafan tersebut.
Ketiga : Hendaklah disediakan kapas yang disapu dengan wangi-wangian dan kayu cendana yang digunakan untuk menutup antara lain :
1. Kemaluan
2. Wajah (muka)
3. Kedua buah dada
4. Kedua Telinga
5. Kedua siku tangannya
6. Kedua tumitnya

Keempat: Angkatlah mayat tersebut dengan berhati-hati kemudian baringkan di atas kain kafan yang sudah dibentangkan.

Kelima : Tutupkan jenazah itu dengan kapas yang telah disediakan pada bahagian-bahagian yang telah disebutkan di atas.




24

Keenam : Hendaklah kain kafan tersebut diselimutkan atau ditutupkan dari lembar yang paling atas sampai lembar yang paling bawah, kemudian ikatlah dengan tali daripada kain yang telah disediakan sebanyak tiga atau lima ikatan.




Semua tali pengikat mayat hendaklah disimpul hidup di sebelah kiri. Sebelum diikat di bahagian kepala, benarkan warisnya melihat atau menciumnya.
Tulislah kalimah "ALLAH dan MUHAMMAD" di dahi mayat dengan menggunakan minyak wangi.
Setelah siap diikat renjislah dengan air mawar dan sapulah minyak wangi.



Solat Jenazah
Dalam mengerjakan solat jenazah, yang paling utama ialah dikerjakan secara berjemaah dan harus dijadikan tiga saf (barisan) sekurang-kurangnya setiap satu saf dua orang.
Bagi orang perempuan diperbolehkan mengikuti berjemaah bersama-sama dengan orang lelaki atau boleh mendirikan solat ke atas jenazah setalah disolatkan oleh orang lelaki.
Adapun hukum solat jenazah ini adalah Fardhu Kifayah seperti hal menguruskannya.
25
1. Cara mengerjakan Solat Jenazah
Bagi jenazah lelaki, Imam yang akan mendirikan solat ke atasnya hendaklah berdiri searah dengan kepala jenazah itu.
Bagi jenazah perempuan, Imam hendaklah berdiri searah dengan lambung atau bahagian tengah jenazah itu.
Tentang tempat untuk mengerjakan solat jenazah, diperbolehkan di dalam masjid, di surau atau di tempat lainnya yang memungkinkan solat berjemaah dengan syarat tempatnya itu luas dan bersih.
2. Rukun Solat Jenazah
Solat jenazah berbeza dengan solat-solat yang lain kerana cara mengerjakannya hanya dengan berdiri dan takbir empat kali tanpa rukuk dan sujud, juga tidak perlu azan dan iqamat. Adapun rukunnya ada empat :
a. Niat mendirikan solat jenazah yang dimaksudkan
b. Berdiri bagi yang berkuasa.
c. Bertakbir empat kali.
d. Salam
3. Lafaz niat solat jenazah :

a. Lafaz niat solat jenazah lelaki secara persendirian :

"Sahaja aku berniat mendirikan solat ke atas jenazah ini dengan empat takbir fardhu kifayah kerana Allah Taala"


26
b. Lafaz niat untuk jenazah perempuan secara persendirian :

"Sahaja aku berniat mendirikan solat ke atas jenazah ini dengan empattakbir fardhu kifayah kerana Allah Taala"
c. Lafaz niat untuk mayat lelaki bagi Imam.

"Sahaja aku berniat mendirikan solat ke atas jenazah(lelaki) ini dengan empat takbir fardhu kifayah menjadi Imam kerana Allah Taala"
d. Lafaz niat untuk mayat perempuan bagi Imam.

"Sahaja aku berniat mendirikan solat ke atas jenazah(perempuan) ini dengan empat takbir fardhu kifayah menjadi Imam kerana Allah Taala"
e. Lafaz niat untuk mayat lelaki bagi Makmum

27
"Sahaja aku berniat mendirikan solat ke atas jenazah(lelaki) ini dengan empat takbir fardhu kifayah menjadi makmum kerana Allah Taala"

f. Lafaz niat untuk jenazah perempuan bagi Makmum

"Sahaja aku berniat mendirikan solat ke atas jenazah(perempuan) ini dengan empat takbir fardhu kifayah menjadi makmum kerana Allah Taala"
4. Bacaan dan Doa dalam Solat Jenazah.
a. Takbir yang pertama :

Membaca lafaz :


Allahu Akbaru (Allah Maha Besar).





28
Kemudian dilanjutkan dengan membaca Al-Fatihah :

1. Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi maha Penyayang.
2. Segala puji bagi Allah tuhan sekalian alam.
3. Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
4. Yang berkuasa mengadili pada hari pembalasan.
5. Hanya kepada Mu kami menyembah dan hanya kepada Mu kami memita segala pertolongan.
6. Tunjukkanlah kami jalan yang lurus.
7. Iaitu Jalan orang yang engkau kurniakan nikmat ke atras mereka, bukan jalan orang-orang yang Engkau murkai dan bukan jalan orang-orang yang sesat.


29
b. Takbir yang kedua.
Membaca lafaz seperti pada takbir pertama, kemudian dilanjutkan dengan membaca selawat atas Nabi Muhammad s.a.w :

"Ya Allah! Berilah rahmat atas penghulu kami Muhammad s.a.w dan atas keluarganya sebagaimana Engkau telah memberi rahmat pada Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan berkatilah atas Nabi Muhammad s.a.w. dan atas keluarganya. Sebagaimana Engakau memberkati Nabi Ibarahim dan atas keluarganya. Pada seluruh alam. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia".
c. Takbir yang ketiga :
Selepas takbir yang ketiga hendaklah membaca doa untuk memohonkan ampun pada si mati :


"Ya Allah! Ampunilah dia dan kasihanilah dia dan sejahterakanlah serta ampunilah dosa kesalahan dia. Dan muliakanlah kedatangannya dan luaskanlah tempat masuknya (kuburnya) dan bersihkanlah dia dengan air salju dan embun, bersihkanlah dia dari segala dosa dan sebagaimana kain putih yang bersih dari segala kotoran dan gantikanlah baginya rumah yang
30
lebih baik dari rumahnya dan gantikanlah isteri yang lebih baik dari isterinya dan gantikanlah keluarga yang lebih dari keluarganya dan peliharalah (hindarkanlah) dia dari seksa kubur dan seksa neraka."

d. Takbir yang ke empat.
Selepas mengangkat takbir yang keempat hendaklah membaca doa seperti di bawah ini :

"Ya Allah ! Janganlah kiranya pahala tidak sampai pada kami dan janganlah Engkau memberi pada kami fitnah sepeninggalannya dan ampunilah kami dan dia dan bagi saudara -saudara kami yang telah mendahului kami dengan imam dan janganlah menjadikan gelisah (dengki) dalam hati kami pada orang-orang yang beriman, Ya Allah! Ya Tuhan kami sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

Selanjutnya yang terakhir adalah memberi salam dan palingkan ke kanan dan ke kiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar