Agus Subandi, Drs. MBA
Berlari Mengejar Sendiri
Pendahuluan
Sejak kapan kesadaran diri muncul ? Persisnya tidak tahu, namun setelah jelas tujuan yang akan dicapai, maka seluruh tubuh mengalir, mengikuti gerak air. Fungsi air sendiri bermacam-macam. Inipun diketahui setelah berada pada di luar komponen air. Misal manusia. Saat menjadi air, kemana saja ada saluran yang ke bawah dan memungkinkan gerak ruang untuk berjalan, maka air akan terus mengalir, walau harus bertemu bendungan. Siapapun yang membendungnya, tak peduli, yang penting mengalir. Walau mesti menunggu. Menunggu disalurkan untuk membagi deras air yang arusnya mulai keras. Hingga bila tak tertampung, maka terobos terus arusnya, hatta bendungan jebol. Berapa banyak, kerugian yang dirasakan bagi yang berada di luar system air, maka tak peduli. Itu urusan masing-masing.
Yang bisa merasakan, air bermanfaat untuk kehidupannya adalah makhluk yang membutuhkan air. Walau yang terbanyak sebenarnya manusia. Tapi bukan berarti binatangpun tidak sehebat butuhnya.
Suatu saat ada seekor anjing yang kehausan, padahal anjing adalah binatang yang menjadikan (muslim) bila terjilat, maka cara membersihkannyapun wajib tujuh kali, dan satu kali mesti pakai debu. Al kisah, anjing tersebut diberi minum. Padahal dirinya juga membutuhkan minuman itu. Masya Allah. Makhluk yang bernama manusia, melihat makhluk yang bernama anjing. Seperti tidak ada beda perasaannya. Anjing sedang kebingungan harus mencari air, karena tidak ada alat untuk mengambilnya dan tidak tahu bagaimana cara mencari air. Sehingga anjing pasrah, menunggu dan menunggu belas kasihan. Ternyata muncul belas kasih ada pada manusia. Mengapa anjing-anjing lain tidak menolongnya?, sebagaimana sifat yang berbeda antara manusia dengan anjing walau ada kadang perasaan yang sama. Yaitu saling menolong, tanpa ada, ingin mendapat imbalan.
Gemenschaf dan Gesselschaf, muncul karena kepentingan dan situasi. Namun persamaannya ada pada ‘taawuun’. Dari seluruh kalangan konsep ta’aawun di seluruh manusia sejagad memerlukannya.
Berbeda tujuan
Bila manusia memiliki tujuan, maka makhluk lain tidak ada. Konsep ta’aawun pada manusia jelas, konsep ta’aawun pada makhluk lain tidak jelas. Idealnya sebuah tujuan adalah segudang rencana yang disusun bersama-sama dalam rangka mencapai apa yang menjadi titik akhir perjuangannya. Siapa yang bisa menikmati hasil tujuan yang dicapai ? Bisa bersama-sama, maka ‘mestinya’ semua merasakannya. Walau kadang tidak semua yang sama itu identik menjadi suatu kebersamaan. Mengingat ada struktur. Tidak semua konsep marxisme dengan teori sama rata sama rasa, itu salah. Jika hanya seteguk air, siapapun orangnya, maka ukurannya telah jelas. Jika ada perbedaan ada pada kadar kapasitas dirinya yang melebihi kemampuan. Ukuran perut berapa sebenarnya untuk menampung kapasitas air. Air yang ada berlebih, namun bukan berarti air yang ada itu akan dihabiskan dengan tidak melihat sekelilingnya. Kasus anjing diatas bagian dari membagi kenikmatan. Anjing yang diberi air, hanya membutuhkan seteguk air agar bisa bertahan hidup. Ia tidak berfikir, bagaimana selanjutnya ? Manusia yang memberi air, masih bisa hidup dengan alat berfikirnya. Dengan tidak merasa rugi, mengapa anjing yang diberi air. Mengapa anjing yang ditolong. Mengapa anjing yang diberi kehidupan. Mengapa anjing yang diberi kenikmatan ?
Setelah manusia menolongpun tidak ada ikatan batin dengan anjing. Karena bukan menjadi kewajibannya, ‘hanya’ sebatas kasihan menolong sesama makhluk. Itupun bukan berarti setelah menolong, lalu anjing tersebut menjadi milik yang bisa diperlakukan ‘seenaknya’. Bahkan sama sekali tidak terbetik, dalam fikiran manusia, bagaimana umpan balik setelah ditolong.
Apa nanti setelah hidup tidak akan membahayakan kepada manusia ?. Padahal waktu itu manusia ada yang takut pada anjing. Khawatir ‘ditolong mentung’. Memberi air dengan segelas susu, dibalas dengan segelas air tuba. Atau anjingnya dijadikan sebagai penjaga rumah untuk mengawal dan menjaga majikannya ? Semua itu tidak terbenak dalam diri manusia yang sedang menolong anjing kehausan, yang ada sebatas belas kasih dan secukup air untuk mempertahankan hidup binatang yang sedang membutuhkan pertolongan.
Mengejar Sendiri
Bila tida ada tujuan, maka tidak ada target. Bila target belum terpenuhi, maka ada strategi. Strategi menjadi uji coba, yang kadang naik kadang turun. Tergantung bagaimana kesabaran di saat masih melakukan uji coba. Bila berhasil dan ada manfaatnya dan orang lain merasakannya, akan menjadi sebuah teori. Yang tentunya kekuatan teori itu juga akan diuji oleh teori-teori lain. Jika ada teori lain lebih cepat, maka dalam diri yang menemukannya, akan terus memacu dan berusaha untuk menyempurnakan agar tidak terkalahkan. Hanya karena ini bagian dari strategi, maka tidak akan diberitahukan pada yang lain.
Kecuali jika tujuan bersama dan telah jelas arahnya. Maka konsep diri dan tujuan diri menjadi mengalir, sebagaimana kesepakatan yang dibuat sejak awal. Ada yang puas dan ada yang tidak puas. Dalam satu timpun, misal sepak bola. Tidak semua yang mendukung mendapatkan Piala. Satu tujuan yang di dukung oleh banyak komponen dan tidak mesti sama hasilnya. Tanpa supporter, yang menjadi pendukung kesebelasan tersebut, kurang afdhal. Walau kadang supporter melebihi Pelatih dalam memberikan dukungannya. Lalu fungsi tim ada pada siapa ? Bukan berarti supporter menjadi terpisah. Suppoerter ikhlas. Pelatih ikhlas, namun ada imbalan. Itupun bisa sesuai dengan kapasitas dan kelasnya terhadap Pelatih yang dimaksud. Siapa yang akan menjamin kehidupan supporter. Tidak ada ? Siapa yang memberikan dananya, sendiri ? Untuk apa ? Kenikmatan ! Samakah kenikmatan yang dimiliki Pelatih, Pemain dan Supporter bahkan lawan bertandingnya yang kalah ikut juga menikmati kekalahannya !.Walaupun hasilnya berbeda, namun ada titik persamaan. Banyak dan sedikit kenikmatan yang diperoleh, tergantung masing masing. Pemain akan memperoleh bonus, dari sponsor yang turut mendukung. Itupun masuk supporter yang menguntungkan. Panitia akan untung, dari karcis yang terjual. Pelatih akan bangga, karena berhasil dan mendapatkan keuntungan yang bisa jadi lebih banyak dibanding Pemain. Jika dihitung tenaga, fikiran dan sebanyak kemampuan yang dicurahkan menuju keberhasilan, maka Pemainlah yang terbanyak. Mengapa bagiannya tidak sama dengan Pelatih, yang tinggal menunjuk, membongkar pasang dan aturan atau strategi-strategi. Dalam kontek menjual teorinya hingga berhasil. Dan itu wajar sebagai bentuk penghargaan.
Bentuk penghargaan akan menjadi harga yang termahal dari semua fasilitas yang ada. Jika dalam kacamata prestise. Tentu prestasinyapun menjadi teori. Semakin banyak menampilkan tim yang solid dan membuahkan hasil hingga tujuan akhir tercapai, maka akan semakin mahal. Walaupun kadang bentuk permainnya tidak akan dibeli yang lain. Apakah hanya sampai mendapatkan Pengahargaan Piala saja ?
Ada batas masa, atau usia mengejar prestasi ?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar